BUDAYA ORGANISASI
DAN
KOMITMEN
A.
Definisi Budaya
Organisasi
Dalam kehidupan
masyarakat sehari-hari tidak terlepas dari ikatan budaya yang diciptakan.
Ikatan budaya tercipta oleh masyarakat yang bersangkutan, baik dalam keluarga,
organisasi, bisnis maupun bangsa. Budaya membedakan masyarakat satu dengan yang
lain dalam cara berinteraksi dan bertindak menyelesaikan suatu pekerjaan.
Budaya mengikat anggota kelompok masyarakat menjadi satu kesatuan pandangan
yang menciptakan keseragaman berperilaku atau bertindak. Seiring dengan
bergulirnya waktu, budaya pasti terbentuk dalam organisasi dan dapat pula
dirasakan manfaatnya dalam memberi kontribusi bagi efektivitas organisasi
secara keseluruhan.
Budaya
organisasi adalah sebuah sistem makna bersama yang dianut oleh para
anggota yang membedakan suatu organisasi dari organisasi-organisasi lainnya. Sistem
makna bersama ini adalah sekumpulan karakteristik kunci yang dijunjung tinggi
oleh organisasi.
Budaya Organisasi Menurut Para Ahli :
a. Menurut Wood, Wallace, Zeffane,
Schermerhorn, Hunt, Osborn (2001:391), budaya organisasi adalah sistem yang
dipercayai dan nilai yang dikembangkan oleh organisasi dimana hal itu menuntun
perilaku dari anggota organisasi itu sendiri.
b. Menurut Tosi, Rizzo, Carroll seperti yang dikutip oleh Munandar (2001:263), budaya organisasi adalah cara-cara berpikir, berperasaan dan bereaksi berdasarkan pola-pola tertentu yang ada dalam organisasi atau yang ada pada bagian-bagian organisasi.
c. Menurut Robbins (1996:289), budaya organisasi adalah suatu persepsi bersama yang dianut oleh anggota-anggota organisasi itu.
d. Menurut Schein (1992:12), budaya organisasi adalah pola dasar yang diterima oleh organisasi untuk bertindak dan memecahkan masalah, membentuk karyawan yang mampu beradaptasi dengan lingkungan dan mempersatukan anggota-anggota organisasi. Untuk itu harus diajarkan kepada anggota termasuk anggota yang baru sebagai suatu cara yang benar dalam mengkaji, berpikir dan merasakan masalah yang dihadapi.
e. Menurut Cushway dan Lodge (GE : 2000), budaya organisasi merupakan sistem nilai organisasi dan akan mempengaruhi cara pekerjaan dilakukan dan cara para karyawan berperilaku. Dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan budaya organisasi dalam
penelitian ini adalah sistem nilai organisasi yang dianut oleh anggota organisasi, yang kemudian mempengaruhi cara bekerja dan berperilaku dari para anggota organisasi.
b. Menurut Tosi, Rizzo, Carroll seperti yang dikutip oleh Munandar (2001:263), budaya organisasi adalah cara-cara berpikir, berperasaan dan bereaksi berdasarkan pola-pola tertentu yang ada dalam organisasi atau yang ada pada bagian-bagian organisasi.
c. Menurut Robbins (1996:289), budaya organisasi adalah suatu persepsi bersama yang dianut oleh anggota-anggota organisasi itu.
d. Menurut Schein (1992:12), budaya organisasi adalah pola dasar yang diterima oleh organisasi untuk bertindak dan memecahkan masalah, membentuk karyawan yang mampu beradaptasi dengan lingkungan dan mempersatukan anggota-anggota organisasi. Untuk itu harus diajarkan kepada anggota termasuk anggota yang baru sebagai suatu cara yang benar dalam mengkaji, berpikir dan merasakan masalah yang dihadapi.
e. Menurut Cushway dan Lodge (GE : 2000), budaya organisasi merupakan sistem nilai organisasi dan akan mempengaruhi cara pekerjaan dilakukan dan cara para karyawan berperilaku. Dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan budaya organisasi dalam
penelitian ini adalah sistem nilai organisasi yang dianut oleh anggota organisasi, yang kemudian mempengaruhi cara bekerja dan berperilaku dari para anggota organisasi.
Level
Budaya Organisasi
Dalam mempelajari budaya organisasi ada beberapa
tingkatan budaya dalam sebuah organisasi,, dari yang terlihat dalam perilaku
(puncak) sampai pada yang tersembunyi. Schein (dalam Mohyi 1996: 85)
mengklasifikasikan budaya organisasi dalam tiga kelas, antara lain :
1.
Artefak
Artefak merupakan aspek-aspek budaya yang terlihat.
Artefak lisan, perilaku, dan fisik dalam manifestasi nyata dari budaya
organisasi
2. Nilai-nilai yang mendukung
Nilai adalah dasar titik berangka evaluasi yag dipergunakan anggota organisasi untuk menilai organisasi, perbuatan, situasi dan hal-hal lain yag ada dalam organisasi
3. Asumsi dasar
Adalah keyakinan yang dimiliki anggota organisasi tentang diri mereka sendiri, tentang orang lain dan hubungan mereka dengan orang lain serta hakekat organisasi mereka
Sementara Lundberg (dalam Mohyi, 1999:196) dalam studinya yang melanjutkan penelitian (pendapat) Schein dan menjadikan tingkatan budaya organisasi sebagai topik utama mengklasifikasikan budaya organisasi dalam empat kelas, yaitu
1) Artefak
Artefak merupakan aspek-aspek budaya yang terlihat. Artefak lisan, perilaku, dan fisik dalam manifestasi nyata dari budaya organisasi
2) Perspektif
Perspektif adalah aturan-aturan dan norma yag dapat diaplikasikan dalam konteks tertentu, misalnya untuk menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi, cara anggota organisasi mendefinisikan situasi-siatuasi yang muncul. Biasanya anggota menyadari perspektif ini.
3) Nilai
Nilai ini lebih abstrak dibanding perspektif, walaupun sering diungkap dalam filsafat organisasi dalam menjalankan misinya
4) Asumsi
Asumsi ini seringkali tidak disadari lebih dalam dari artefak, perspektif dan nilai
SUMBER-SUMBER BUDAYA ORGANSASI
Tosi, Rizzo, Carroll
(1994) mengatakan bahwa budaya organisasi dipengaruhi oleh empat factor, yaitu:
(1) pengaruh umum dari luar yang luas, (2) pengaruh dari nilai-nilai yang ada
di masyarakat (societal values), dan (3) factor-faktor spesifik dari
organisasi, (4) nillai-nilai dari kondisi dominan.
1.
Pengaruh eksternal yang luas. (Broad external
influences). Mencakup factor-faktor yang tidak dapat dikedalikan oleh
organisasi, seperti lingkungan alam (adanya empat musim atau iklim tropis saja)
dan kejadian-kejadian bersejarah yang membentuk masyarakat (sejarah raja-raja
dengan nilai0nilai feudal).
2.
Nilai-nilai budaya dan budaya nasional (soctetal values
and national culture). Keyakinan dan nilai-nilai yang dominan dari masyarakat
luas (misalnya kebebasan individu, kolektivisme, kesopansantunan, kebersihan,
dan sebagainya).
3.
Unsure-unsur khas dari organisasi (organization
specifis elements). Organisasi selalu berinteraksi dengan lingkungannya. Dalam
usaha mengatasi baik masalah eksternal maupun internal organisasi akan
mendapatkan penyelesaian-penyelesaian yang berhasil. Penyelesaian yang
merupakan ungakapan dari nilai-nilai dan keyakinan-keyakinan. Keberhasilan
mengatasi masalah tersebut merupakan dasar bagi tumbuhnya budaya organisasi.
Misalnya masalah menghadapi kesulitan usaha, biaya produksi terlalu tinggi,
pemasaran biayanya tinggi juga, maka dicari jalan bagaimana penghematan di
segala bidang dapat dilakukan. Jika ternyata upayanya berhasil, biaya produksi
dapat diturunkan demikian juga biaya pemasaran, maa nilai untuk bekerja hemat
(efisien) menjadi nilai utama dalam perusahaan. Dalam sumber budaya yang ketiga
di atas, unsure-unsur khas dari organisasi, kita temukan konsep budaya
organisasi dari Schein.
Fungsi Budaya Organisasi
Menurut Robbins (1996 : 294), fungsi budaya organisasi sebagai berikut :
a. Budaya menciptakan pembedaan yang jelas antara satu organisasi dan yang lain.
b. Budaya membawa suatu rasa identitas bagi anggota-anggota organisasi.
c. Budaya mempermudah timbulnya komitmen pada sesuatu yang lebih luas daripada kepentingan diri individual seseorang.
d. Budaya merupakan perekat sosial yang membantu mempersatukan organisasi itu dengan memberikan standar-standar yang tepat untuk dilakukan oleh karyawan.
e. Budaya sebagai mekanisme pembuat makna dan kendali yang memandu dan membentuk sikap serta perilaku karyawan.
Menciptakan Budaya Organisasi
Isu dan kekuatan
suatu budaya memengaruhi suasana etis sebuah organisasi dan perilaku etis para
anggotanya. Budaya sebuah organisasi yang punya kemungkinan paling besar
untuk membentuk standar dan etika tinggi adalah budaya yang tinggi toleransinya
terhadap risiko tinggi, sedang, sampai rendah dalam hal keagresifan, dan fokus
pada sarana selain itu juga hasil. Manajemen dapat melakukan beberapa
hal dalam menciptakan budaya yang lebih etis, yaitu:
1. Model peran yang visibel
Karyawan akan melihat sikap dan perilaku manajemen
puncak (Top Manajemen) sebagai acuan / landasan standar untuk menentukan
perilaku dan tidakan - tindakan yang semestinya diambil.
2. Komunikasi harapan etis
Ambiguitas etika dapat diminimalisir dengan
menciptakan dan mengkomunikasikan kode etik organisasi.
3. Pelatihan etis
Pelatihan etis digunakan untuk memperkuat standar,
tuntunan organisasi, menjelaskan praktik yang diperbolehkan dan yang
tidak, dan menangani dilema etika yang mungkin muncul.
B.
Definisi Komitmen
Beberapa pendapat para ahli mengenai komitmen
Komitmen berasal dari kata Latin “Committer” yang berarti menggabungkan,
menyatukan, mempercayai dan mengerjakannya (Snyder; 1994:97).
Komitmen merupakan “ikatan psikologis” dengan sebuah organisasi (Gruen
cs. 2000 dalam Bansal et.al 2004 Komitmen juga merupakan sikap yang menuntun
atau menengahi respon nyata seseorang atau niat perilaku seseorang terhadap
suatu benda
Komitmen adalah sesuatu yang membuat seseorang membulatkan hati,bertekad
berjerih payah,berkorban dan bertanggung
jawab demi mencapai tujuan.
Robbins (2001) menyebutkan Komitmen adalah tingkatan di mana seseorang
mengidentifikasikan diri dengan organisasi dan tujuantujuannyua dan
berkeinginan untuk memelihara keanggotaannya dalam organisasi.
Bansal, Irving dan Taylor (2004) mendefenisikan Komitmen sebagai kekuatan
yang mengikat seseorang pada suatu tindakan yang memiliki relevansi dengan satu
atau lebih sasaran.
Buchanan (1997) menyebutkan Komitmen menyangkut tiga sikap yaitu rasa
pengidentifikasian dengan tujuan organisasi, rasa keterlibatan dan rasa
kesetiaan kepada organisasi
Jadi pengertian komitmen lebih dari sekedar menjadi anggota saja, tetapi
lebih dari itu orang akan bersedia untuk mengusahakan pada derajat upaya yang
tinggi bagi kepentingan organisasi, demi memperlancar mencapai tujuan
organisasi.
Manfaat Komitmen
Manfaat dengan adanya Komitmen dalam organisasi adalah sebagai berikut :
• Para pekerja yang benar-benar
menunjukkan komitmen tinggi terhadap organisasi mempunyai kemungkinan yang jauh
lebih besar untuk menunjukkan tingkat partisipasi yang tinggi dalam organisasi
• Memiliki keinginan yang lebih kuat
untuk tetap bekerja pada organisasi yang sekarang dan dapat terus memberikan
sumbangan bagi pencapaian tujuan
• Sepenuhnya melibatkan diri pada
pekerjaan mereka, karena pekerjaan tersebut adalah mekanisme kunci dan saluran
individu untuk memberikan sumbangannya bagi pencapaian tujuan organisasi
Keyakinan tentang pentingnya komitmen dalam kaitannya dengan efektivitas
organisasi tampak sejalan dengan beberapa hasil penelitian yang dilakukan para
ahli. Ivancevich dan Matteson (2002:206) berdasarkan hasil penelitian yang
dilakukan Chow dan Holden (1997:275-298) menyimpulkan bahwa : “Research
evidence indicates that the absence of commitment can reduce organizational
effectiveness”. Penelitian yang
dilakukan oleh Hom, Katerberg dan Dunham (1987:163-178) memberikan temuan yang
sama bahwa, komitmen terhadap organisasi memiliki hubungan yang negatif, baik
dengan kemangkiran kerja maupun dengan tingkat keluarnya karyawan. Penelitian
Mathieu dan Zajac (1990:171-199) maupun penelitian De Cottis dan Summers
(1987:445-470), sama-sama menemukan bahwa komitmen individu terhadap organisasi
memiliki hubungan yang positif dengan tingkat performansi kerja. Hasil
penelitian Mayer dan Schoorman (1992:671-684) terhadap 330 karyawan perusahaan
keuangan di Amerika Serikat menemukan terdapat korelasi positif yang signifikan
antara komitmen individu terhadap organisasi dengan tingkat kinerja maupun
dengan tingkat kepuasan kerja. Penelitian
Chow (1994) sebagaimana dikutip Johnson (1995:70) terhadap perusahaan di Jepang
menyimpulkan bahwa, tingginya produktivitas perusahaan di Jepang didukung
secara signifikan oleh tingginya komitmen sumber daya manusianya.
Dari paparan di atas memberikan indikasi bagaimana pentingnya variabel
komitmen organisasi dalam kaitannya dengan fenomena tingkat kinerja. Sehubungan
dengan hal tersebut, Steers (1985:144) berdasarkan pada hasil studi meta
analisis terhadap berbagai hasil penelitian yang pernah dilakukan para ahli
sebelumnya, berhasil mengemukakan sebuah model tentang komitmen dalam kaitannya
dengan efektivitas organisasi.
Cara membentuk komitmen
Tidak ada satu pimpinan organisasi manapun yang tidak menginginkan
seluruh jajaran anggotanya tidak memiliki komitmen yang kuat terhadap
organisasi/perusahaan mereka. Bahkan sampai sejauh ini banyak pimpinan
organisasi sedang berusaha menggiatkan peningkatan komitmen anggotanya terhadap
organisasi. Menurut Martin dan Nicholls (dalam Armstrong, 1991) menyatakan
bahwa ada 3 (tiga) pilar untuk membentuk komitmen seseorang terhadap
organisasi, yaitu:
1. Menciptakan rasa kepemilikan terhadap
organisasi, untuk menciptakan kondisi ini orang harus mengidentifikasi dirinya
dalam organisasi, untuk mempercayai bahwa ada guna dan manfaatnya bekerja di
organisasi, untuk merasakan kenyamanan didalamnya, untuk mendukung nilai-nilai,
visi, dan misi organisasi dalam mencapai tujuannya. Salah satu faktor penting
dalam menciptakan rasa kepemilikan ini adalah meningkatkan perasaan seluruh
anggota organisasi bahwa perusahaan (organisasi) ini adalah benar-benar
merupakan “milik” mereka. Kepemilikan ini tidak sekedar dalam bentuk
kepemilikan saham saja (meskipun kadangkala ini juga merupakan cara yang cukup
membantu), namun lebih berupa meningkatkan kepercayaan di seluruh anggota
organisasi bahwa mereka benar-benar (secara jujur) diterima oleh manajemen
sebagai bagian dari organisasi. Banyak cara yang bisa dilakukan untuk itu,
mengajak mereka anggota organisasi untuk terlibat memutuskan penciptaan dan
pengembangan produk baru, terlibat memutuskan perubahan rancangan kerja dan
sebagainya. Bila mereka anggota organisasi merasa terlibat dan semua idenya
dipertimbangkan maka muncul perasaan kalau mereka ikut berkontribusi terhadap
pencapaian hasil. Apalagi ditambah dengan kepercayaan kalau hasil yang
diperoleh organisasi akan kembali pada kesejahteraan mereka pula.
2. Menciptakan semangat dalam bekerja, cara
ini dapat dilakukan dengan lebih mengkonsentrasikan pada pengelolaan faktor-faktor
motivasi instrinsik dan menggunakan berbagai cara perancangan pekerjaan.
Menciptakan semangat kerja bawahan bisa dengan cara membuat kualitas
kepemimpinan yaitu menumbuhkan kemauan manajer dan supervisor untuk
memperhatikan sepenuhnya motivasi dan komitmen bawahan melalui pemberian
delegasi tanggung jawab dan pendayagunaan ketrampilan bawahan.
3. Keyakinan dalam manajemen, cara ini mampu
dilakukan manakala organisasi benar-benar telah menunjukkan dan mempertahankan
kesuksesan. Manajemen yang sukses menunjukkan kepada bawahan bahwa manajemen
tahu benar kemana organisasi ini akan dibawa, tahu dengan benar bagaimana cara
membawa organisasi mencapai keberhasilannya, bahkan sampai pada kemampuan
menterjemahkan rencana ke dalam realitas. Pada konteks ini karyawan akan
melihat bagaimana ketegaran dan kekuatan perusahaan dalam mencapai tujuan
hingga sukses, kesuksesan inilah yang membawa dampak kebanggaan pada diri
karyawan. Apalagi mereka sadar bahwa keterlibatan mereka dalam mencapai
kesuksesan itu cukup besar dan sangat dihargai oleh manajemen.
Macam – Macam Bentuk Komitmen
Komitmen dibedakan menjadi dalam tiga tingkatan atau derajat, sebagai
berikut (Thomson dan Mabey, 1994) :
1. Komitmen pada tugas (Job Commitment),
Merupakan komitmen yang berhubungan dengan aktivitas kerja. Komitmen pada tugas
dipengaruhi oleh karakteristik pribadi seperti kesesuaian orang dengan
pekerjaannya dan karakteristik tugas seperti variasi keterampilan, identitas
pekerjaan, tingkat kepentingan pekerjaan, otonomi, dan umpan balik pekerjaan.
Penelitian Hackman dan Oldham (1980) menyimpulkan bahwa motivasi kerja
terbentuk oleh tiga kondisi, yaitu apabila pekerja merasakan pekerjaannya
berarti, pekerja merasa bertanggung jawab terhadap hasil kerjanya, dan pekerja
memahami hasil pekerjaannya.
2. Komitmen pada karir (Career Commitment),
komitmen pada karir lebih luas dan kuat dibandingkan dengan komitmen pada
pekerjaan tertentu. Komitmen ini lebih berhubungan dengan bidang karir daripada
sekumpulan aktivitas dan merupakan tahap dimana persyaratan suatu pekerjaan
tertentu memenuhi aspirasi karir individu. Ada kemungkinan individu yang
memiliki komitmen yang tinggi pada karir akan meninggalkan organisasi untuk
meraih peluang yang lebih tinggi lagi.
3. Komitmen pada organisasi (Organizational
Commitment), merupakan jenjang komitmen yang paling tinggi tingkatannya. Porter
dan Steers (1991) mendefinisikan komitmen organisasi sebagai derajat
keterikatan relatif dari individu terhadap organisasinya. Definisi komitmen organisasi
menurut Luthans (1992) adalah sikap loyal anggota organisasi atau pekerja
bawahan dan merupakan proses yang berlangsung secara terus menerus mereka
menunjukkan kepedulian dan kelangsungan sukses organisasi. Sedangkan definisi
menurut Robbins (1996) adalah derajat sejauh mana seorang karyawan memihak pada
suatu organisasi tertentu dan tujuannya, serta berniat memelihara keanggotaan
dalam organisasi. Menurut Buchanan (1974), komitmen organisasi terdiri dari
tiga sikap, yaitu : (1) perasaan identifikasi dengan misi organisasi, (2) rasa
keterlibatan dalam tugas-tuga s organisasi, (3) rasa kesetiaan dan cinta pada
organisasi sebagai tempat hidup dan bekerja, terlepas dari manfaat dan misi
organisasi bagi individu.
Strategi Komitmen
Selanjutnya menurut Armstrong (1991), ada 10 komponen sebagai sebuah
strategi bagi manajemen untuk meningkatkan komitmen anggota terhadap organisasi
dalam mencapai tujuannya, yaitu:
1. Definisikan dan diseminasikan misi dan
nilai-nilai organisasi;
2. Sebarkan tujuan organisasi dengan cara
meningkatkan pemahaman tiap orang akan strategi organisasi dan ajak anggota
organisasi untuk berpartisipasi dalam menterjemahkan tujuan ke dalam strategi;
3. Mengajak anggota organisasi untuk
terlibat dalam mendefinisikan persoalan dan ikut terlibat dalam pemecahan
sampai mereka merasa langkah itu adalah merupakan “milik”nya;
4. Berikan pola kepemimpinan
transformasional yaitu memberikan anggota organisasi inspirasi ide yang
mengarah pada masa depan;
5. Gunakan setiap media komunikasi yang ada
untuk menyampaikan pesan secara tepat tentang misi, nilai, dan stratgei
organisasi;
6. Berikan contoh-contoh dan pelatihan yang
merupakan perwujudan dari gaya manajemen organisasi dalam meningkatkan
keterlibatan dan kerjasama anggota;
7. Kembangkan proses dan iklim organisasi
yang mampu meningkatkan perkembangan ketrampilan orang dalam mencapai tujuan
prestasi yang lebih tinggi;
8. Kenalkan kepada anggota organisasi
keuntungan (profit) organisasi dan rencana pencapaian profit untuk tahun-tahuan
mendatang;
9. Gunakan program pelatihan yang ada untuk
meningkatkan impresi yang bagus dari karyawan terutama karyawan baru terhadap
organisasi;
10. Gunakan workshop atau jenis pelatihan lainnya
untuk mengajak semua orang mendiskusikan isu-isu penting yang dihadapi
organisasi dan berikan kesempatan pada mereka untuk memberikan kontribusi ide.
Bahkan kalau perlu ambil tindakan mengenai ide – ide bagus mereka.
Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Komitmen
Komitmen pegawai pada organisasi tidak terjadi begitu saja, tetapi
melalui proses yang cukup panjang dan bertahap. Steers (dalam Sopiah, 2008)
menyatakan tiga faktor yang mempengaruhi komitmen seorang karyawan antara lain
:
Ciri pribadi pekerja
termasuk masa jabatannya dalam organisasi, dan variasi kebutuhan dan keinginan
yang berbeda dari tiap karyawan
Ciri pekerjaan, seperti
identitas tugas dan kesempatan berinteraksi dengan rekan sekerja; dan
Pengalaman kerja, seperti
keterandalan organisasi di masa lampau dan cara pekerja-pekerja lain
mengutarakan dan membicarakan perasaannya tentang organisasi
Aspek – Aspek Komitmen
a) Identifikasi
Identifikasi yang berwujud dalam bentuk kepercayaan anggota terhadap
organisasi. Guna menumbuhkan identifikasi dilakukan dengan memodifikasi tujuan
organisasi/organisasi, sehingga mencakup beberapa tujuan pribadi para anggota
atau dengan kata lain organisasi memasukan pula kebutuhan dan keinginan
anggotan dalam tujuan organisasi atau organisasi. Hal ini akan menumbuhkan
suasana saling mendukung di antara para anggota dengan organisasi. Lebih lanjut
membuat anggota dengan rela menyumbangkan tenaga, waktu, dan pikiran bagi
tercapainya tujuan organisasi.
b) Keterlibatan
Keterlibatan atau partisipasi anggota dalam aktivitas-aktivitas kerja penting
untuk diperhatikan karena adanya keterlibatan anggota menyebabkan mereka
bekerja sama, baik dengan pimpinan atau rekan kerja. Cara yang dapat dipakai
untuk memancing keterlibatan anggota adalah dengan memasukan mereka dalam
berbagai kesempatan pembuatan keputusan yang dapat menumbuhkan keyakinan pada
anggota bahwa apa yang telah diputuskan adalah keputusan bersama. Juga anggota
merasakan bahwa mereka diterima sebagai bagian dari organisasi, dan konsekuensi
lebih lanjut, mereka merasa wajib untuk melaksanakan bersama apa yang telah
mereka putuskan, karena adanya rasa keterikatan dengan apa yang mereka
ciptakan. Hasil yang dirasakan bahwa tingkat kehadiran anggota yang memiliki
rasa keterlibatan tinggi umumnya akan selalu disiplin dalam bekerja.
c) Loyalitas
Loyalitas anggota terhadap organisasi memiliki makna ksesediaan seseorang
untuk bisa melanggengkan hubungannya dengan organisasi kalau perlu dengan
mengorbankan kepentingan pribadinya tanpa mengharapkan apa pun. Keinginan
anggota untuk mempertahankan diri bekerja dalam organisasi adalah hal yang
dapat menunjang komitmen anggota terhadap organisasi di mana mereka bekerja.
Hal ini di upayakan bila anggota merasakan adanya keamanan dan kepuasan dalam
tempat kerjanya.
Perilaku Karyawan Yang Terkait Dengan Perusahaan
Banyak para ahli mengemukakan arti dari komitmen terhadap organisasi.
Armstrong (1991) menyatakan bahwa pengertian komitmen mempunyai ada 3 (tiga)
area perasaan atau perilaku terkait dengan perusahaan tempat seseorang bekerja:
Kepercayaan, pada area ini
seseorang melakukan penerimaan bahwa organisasi tempat bekerja atau
tujuan-tujuan organisasi didalamnya merupakan sebuah nilai yang diyakini
kebenarannya.
Keinginan untuk bekerja atau
berusaha di dalam organisasi sebagai kontrak hidupnya. Pada konteks ini orang
akan memberikan waktu, kesempatan dan kegiatan pribadinya untuk bekerja
diorganisasi atau dikorbankan ke organisasi tanpa mengharapkan imbalan
personal.
Keinginan untuk bertahan dan
menjadi bagian dari organisasi.
0 komentar:
Post a Comment
silahkan berikan komentar sobat dengan baik tanpa meninggalkan spam ya sobat..